Tampilkan postingan dengan label ujung kulon. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ujung kulon. Tampilkan semua postingan

Kamis, 18 September 2008

Gunung Krakatau Tetap Mempesona


Bersama Ujung Kulon, Sunset di Selat Sunda, Pulau Sanghyang, Pulau Sebesi, Suku Baduy dan Situs Arkeologi Banten Lama, Gunung Krakatau dijuluki sebagai Seven Wonders of Banten. Ya, Krakatau menjadi sesuatu yang menarik namun mengerikan. Krakatau menarik dengan keindahan yang ditampakannya saat ini, namun sangat mengerikan jika kita mendengar atau membaca cerita kedahsyatannya saat mengamuk dan melantakkan daratan Banten dan Lampung.

Pada musim kemarau, antara Mei hingga September, gelombang dan arus laut tidak begitu liar. Cuaca juga bersih benderang. Perjalanan dengan kapal di Selat Sunda menjadi nyaman. Dari kejauhan, keanggunan gunung yang pernah menggemparkan dunia karena letusannya pada 27 Agustus 1883 itu juga sudah kelihatan.
Apalagi bila perjalanan dilakukan sesaat sebelum matahari tenggelam. Aneka warna sinar yang tercurah membuat suasana benar-benar berubah. Sangat menyentuh perasaan. Selain berpanorama indah, di sekitar Krakatau juga dimungkinkan untuk melakukan berbagai kegiatan rekreasi. Selam, renang, snorkling bisa dilakukan sambil menikmati matahari terbenam.
Secara administratif, pulau bergunung api di Selat Sunda ini sebenarnya masuk dalam wilayah Provinsi Lampung. Gunung ini telah dikenal dengan baik dan tercatat dalam sejarah sejak abad 16. Saat itu Selat Sunda telah menjadi jalur lalulintas bisnis yang ramai dari Eropa menuju Hindia Barat (Indonesia). Kini Selat Sunda juga memegang peranan penting sebagai jalur lalu lintas bisnis dan lapangan penelitian ilmu geologi dan kelautan.
Krakatau, dulu diperkirakan memiliki ketinggian 2.000 meter dengan radius 9 km2. Ledakan dahsyat pernah terjadi pada tahun 416, sebagaimana tercatat dalam buku jawa kuno Pustaka Raja, dan menyisakan 3 buah pulau yakni pulau Rakata, Sertung dan Panjang.
Dalam perkembangannya Rakata memunculkan puncak-puncak Danan dan Perbuatan. Ledakan yang lebih dahsyat pada tangal 27 Agustus 1883 telah menghancurkan 3/4 bagian tubuhnya dan menyebabkan gelombang besar dengan ketinggian 40 meter.
Konon sebuah bagian kapal di Pelabuhan Teluk Betung sampai terlempar sejauh 2,5 km akibat letusan itu. Hujan abu dan batunya mencapai areal seluas 483 km2 dalam radius 150 km2. Pada waktu itu Jakarta dan daerah sekitar Selat Sunda, seperti Anyer, Merak, Labuan, Kalianda, Teluk Betung dan Kota Agung menjadi gelap gulita. Suara ledakannya terdengar dari Pilipina hingga Madagaskar. Kekuatan ledakannya diperkirakan mencapai 21.547,6 kali ledakan bom atom.
Lalu setelah beristirahat selama 44 tahun, Anak Krakatau muncul pada Bulan Desember 1927 dan terus berkembang hingga kini. Saat ini, Anda bisa menapakkan kaki di anak gunung itu untuk melakukan penelitian ilmiah atau pun sekedar rekreasi.
Perjalanan rekreasi bisa Anda mulai dengan mendirikan tenda di kaki gunung Anak Krakatau atau biasa pula disebut pulau Rakata. Dari situ Anda bila memili kegiatan di laut seperti berenang, menyelam atau snorkeling. Sementara untuk kegiatan darat, Anda bisa melakukan tracking mengelilingi pulau Rakata.
Untuk kegiatan tracking ini sebaiknya dilakukan jangan sampai melewati matahari terbenam. Ini semata untuk menghindari air pasang sehingga Anda tidak terjebak di suatu tempat dan tidak bisa kembali ke tempat Anda mendirikan tenda. Karena sangat berbahaya, bila Anda memilih acara pendakian menuju puncak Krakatau, Anda perlu ijin khusus dari Dirjen Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA), Departemen Kehutanan, supaya bisa mendapatkan pendamping dan penunjuk jalan yang bisa diandalkan.
Sekarang, Anak Krakatau telah mencapai ketinggian 200 meter di atas permukaan laut dengan diameter 2 km. Untuk mengunjunginya Anda bisa berangkat dari Pelabuhan Tanjung Priuk dengan naik Jet-Foil atau Kapal Phinisi Nusantara. Jalur kedua adalah dari Pelabuhan Labuan, Banten. Dari sini Anda dapat menyewa kapal motor atau kapal nelayan yang berkapasitas antara 5 sampai 20 orang.
Jalur ketiga bisa ditempuh melalui Pelabuhan Canti, Kalianda-Lampung. Di pelabuhan ini Anda juga dapat menyewa kapal motor atau kapal nelayan yang akan menempuh Krakatau melalui P. Sebuku dan P. Sebesi. Pada bulan Juli saat Pemda Provinsi Lampung menggelar Festival Krakatau, Anda bahkan bisa ikut menyeberang ke pulau itu. Sedang dari kawasan Anyer dan Carita, sejumlah hotel juga punya paket mengunjungi Krakatau. Silakan pilih cara sesuai kemampuan.(lim/berbagai sumber)

Sabtu, 30 Agustus 2008

Penyelamatan Si Belang

Setelah melakukan aksi penyelamatan yang melelahkan, Tim Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA), LSM Pecinta Pelindungan Satwa (PPS) Internasional Animal Rescue (IAR) dibantu oleh TNI Kodim 0601 Pandeglang, Polres dan Satpol-PP, macam tutul yang masuk dalam perangkap babi hutan di kaki Gunung Karang di Kampung Salam, Desa Saninten, Kecamatan Kadu Hejo, Jumat (29/8) berhasil dievakuasi.

Evakuasi dilakukan ditengah guyuran hujan, sekitar puluhan aparat dan warga sekitar naik turun bukit menuju hutan, tempat ditemukannya macam tutul Gungung Karang yang beratnya sekitar 60 kilogram. Dalam proses evakuasi, Si Belang—sebutan warga setempat untuk menyebut macan tutul—terlebih dulu dibius dengan senapan bius sebanyak tiga kali dari jarak 2 meter. Macan itu ditembak dengan obat bius pada punggungnya sebanyak dua kali dan pada bagian leher satu kali.
Pembiusan pertama dilakukan pada bagian leher, namun saat pembiusan dileher binatang buas tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda akan menyerah, bahkan sejenis anak panah yang mengandung bius itu digigit hingga lepas dari bagian lehernya.
Petugas lalu menunggu reaksi pembiusan pertama selama 15 menit, kemudian dilakukan pembiusan kedua dibagian punggung dan setelah 15 menit kemudian petugas melepaskan tembakan ketiga hingga akhirnya macan tutul itu benar-benar lumpuh.
“Macan tutul ini kami bawa ke tempat rehabilitasi di Bogor, dengan masa rehabilitasi selama 2 bulan, nanti setelah pulih benar akan kami kembalikan ke tempat asalnya di hutan Gunung Karang,” kata Maman, Kepala Tim KSDA.
Kata Maman, macan tutul ini merupakan satwa langka yang dilindungi populasinya di Pulau Jawa. “Diperkirakan populasi macan tutul ini banyak di hutan-hutan Banten, khususnya Pandeglang. Selain di Gungung Karang, populasi hewan itu juga di Gunung Pulosari dan Ujung Kulon,” terang Maman.
Turut dalam evakuasi macan tutul Gunung Karang diantaranya, Wakapolres Pandeglang Kompol AGus Rasid, Kasat Intel AKP Salim, Kasdim 0601 Mayor (Inf) Rahmat dan Kasatpol PP Fery Hasanudin. Proses evakuasi macan tutul mengundang perhatian warga sekitar. Usai dilumpuhkan, macan itu dimasukan dalam kotak khusus. Sejumlah warga mengatakan, kejaidian seperti itu baru terjadi kali ini di wilayahnya

Selasa, 15 Juli 2008

Badak Bercula Satu Terancam Punah


Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Pandeglang, Banten, merupakan spesies langka yang patut dilindungi seluruh pihak. Populasi Rhinoceros sondaicus yang hanya tersisa di penghujung Pulau Jawa ini sudah terancam punah, karena dari jumlah 60 ekor sejak 20 tahun terakhir tak kunjung bertambah dan bahkan mulai mengkhawatirkan.
Keberadaan “Badak Bercula Satu”, demikian lebih dikenal, pada hutan lindung seluas 120 hektare itu harus berebut makanan dengan Banteng liar yang jumlahnya mencapai ribuan ekor.
Selain terancam dengan habitat Banteng liar, Badak Jawa yang menjadi icon daerah Kabupaten Pandeglang ini, juga tergeser dengan keberadaan hewan lain yang berkembang cukup banyak seperti babi hutan dan rusa. Kesemua hewan tersebut memiliki konsumsi makanan yang sama dengan badak yakni tumbuh-tumbuhan.
"Ini tak seimbang. Jenis makanannya sama tumbuh-tumbuhan, sedang arealnya tak bertambah, badak sering mengalah," kata Kepala Taman Nasional Ujung Kulon, Agus Priambudi didampingi Project Leader World Wide Foundation (WWF) Indonesia, Adhi Rachmat Hariyadi dan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten, Yanuar saat acara Workshop Jejaring Kerja Peduli Ujung Kulon di Serang, Selasa (15/7).