Kamis, 22 Mei 2008

Tahun 2020, Tangerang Krisis Air Bersih


Khomsurizal, TANGERANG TRIBUN

Ketersediaan air bersih di Kabupaten Tangerang pada tahun 2020 diperkirakan akan habis akibat tidak terkendalinya eksploitasi air bawah tanah (ABT) dan permukaan oleh sejumlah industri serta perumahan penduduk.
Saat ini, kondisi beberapa daerah di Kabupaten Tangerang telah mengalami interusi air laut yang akibatnya semakin mengurangi ketersediaan air bersih tersebut.
"Pada pertengahan 2020 Tangerang sudah kesulitan air bersih," terang Kepala Seksi Air Bersih Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang, Ujang Sudiartono, Rabu (21/5).
Dalam penelitian yang dilakukan Dinas Lingkungan hidup (DLH), interusi air laut sudah kian meluas yakni mencapai kurang lebih satu kilometer dari bibir pantai laut utara dan melanda sejumlah kecamatan seperti Kecamatan Kosambi, Teluknaga, Mauk, sepatan dan Pakuhaji.
Bahkan ditengarai interusi air laut atau kerusakan sumber air bawah tanah sudah mencapai ke pedalaman Tangerang yakni seperti Kecamatan Balaraja, Cikupa, Jayanti dan Tigaraksa.
Menurut informasi yang dihimpun Tangerang Tribun, interusi air laut akibat pemanfaat ABT secara berlebihan itu telah terjadi di beberapa wilayah yang dikuatkan dengan semakin payaunya air sumur, persawahan dan mata air.
Dijelaskan Ujang, secara geologis bahwa lahan Kabupaten Tangerang pada umumnya merupakan lahan endapan bebatuan jenis Auvial yang terdiri dari lapisan batu kerikil, pasir dan lempung. “Dengan jenis lapisan ini, tidak bisa menyimpan air tapi meloloskan air. Sehingga hanya sebagian wilayah Kabupaten Tangerang saja yang kualitas air tanahnya masih baik, sisanya air terasa payau,” bebernya.
Tingkat kerusakan air bawah tanah diperparah dengan tersedotnya air tanah oleh industri yang ada di wilayah itu. “Lebih dari 90 persen industri masih menggunakan air tanah, padahal mereka telah menggunakan air permukaan yang dikelola oleh perusahaan air minum daerah (PDAM) Tangerang,” kata Ujang sembari mengatakan pasokan air PDAM ke sejumlah industri masih dinilai kurang memenuhi kebutuhan mereka.
Sedangkan pemanfaatan ABT dari kalangan perumahan penduduk, menurut data DLH, hanya 20 persen masyarakat Kabupaten Tangerang yang bisa menikmati air bersih dan sehat. 1,1 persennya menggunakan air dari PDAM dan sisanya menggunakan air sumur bor atau sumur pantek.
Oleh karenanya, untuk menangani permasalahan interusi air laut dan ketersediaannya air bersih di Kabupaten Tangerang, pihaknya meminta kerjasama antar instansi dengan swasta untuk memanfaatkan ABT dan permukaan berbasis lingkungan. Diantaranya ialah meneggakkan Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 6 Tahun 2002 tentang tentang pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Air Bawah Tanah dan Permukaan. “Kami melakukan pengawasan terhadap industri terkait pemanfaatan air bawah tanah dan permukaan ini,” tegasnya.
Seperti diketahui, akibat intrusi air laut yang disebabkan oleh praktik ekploitasi air bawah tanah ini akan membahayakan lingkungan. Selain merusak sistem air bawah laut yang menyediakan pasokan air bersih, interusi secara terus menerus menyebabkan tanah di Kabupaten Tangerang mengalami amblesan tanah (land subsidence).(rj)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar