korek motor Hal pertama yang harus kita tanamkan adalah “rasio kompresi (RK)” seperti biasa dibahas para tuner handal lebih cenderung pada term “Rasio Kompresi Statis”. Ini adalah konsep sederhana yang menampilkan perbandingan antara kapasitas mesin saat piston menghisap dalam sebuah silinder kemudian didorong dipadatkan ke ruang diatas permukaan piston kedalam ruang bakar saat berada di
Titik Mati Atas (TMA).
Misal, sebuah silinder memiliki displacement 125cc dan volume combustion chamber 15cc ( sudah di plus-plus volume ketebalan gasket, dome piston, deck clearance, dll) maka RK akan didapat 140/15 = 9.33 : 1 alias mimik premium masih oke nih mesin. Jika kita melakukan mill pada cylinder head sebanyak 0.5mm dan mengurangi volume ruang bakar menjadi 12.5cc maka rasio kompresi sudah tembus 11 : 1 alias kudu minum pertamax plus. Dari sini saja kita sudah harus berhati-hati dan teliti tentang pemilihan bahan bakar yang bagus untuk mesin kita.
Sekaligus menjawab pertanyaan mengapa ketika melakukan bore up, motor malah molor dan seringkali ngelitik atau bahkan overheating karena ketidakcocokan bahan bakar dengan suasana hati mesin, tengkar deh… Jangan lupa Bore Up juga mempengaruhi, misal kapasitas didongkrak menjadi 150cc sedangkan head dipapas lagi sehingga volume ruang bakar tinggal 12.5cc, maka RK tembus di angka 13 : 1 yang sudah kudu mimik avgas. Masa iya motor gini mau dipakai harian? Pom bensin yang jual avgas dimana ya om… Hehehehehe
Semua orang tahu bahwasanya Mesin Performa Tinggi memiliki tipikal rasio kompresi tinggi. Semua halaman buku performa selalu bicara gampangnya, Semakin tinggi rasio kompresi maka semakin tinggi Kuda-Kuda tenaga yang dihasilkan. Bisa dipastikan pula peningkatan rasio kompresi sekaligus memperbaiki efisiensi volumetris dan respon puntiran gas. Jadi kenapa gak di pol-pol in aja madetin dome piston ke ruang bakar dan melejitkan RK setinggi langit seperti guru-guru kita jaman TK mengajarkan untuk menggantungkan cita-cita setinggi langit huahahahahah. Sekali RK menyentuh pada besaran nilai tertentu, kecenderungan detonasi akan muncul semakin besar pula. Siapakah detonasi? Bisa dibilang dia adalah sang trouble maker, lord voldemort di Harry potter, Tokoh jahat perusak mesin.
Detonation kill power and kill your engine! Ini bukan judul lagu, tetapi emang kenyataan bahwa detonasi bisa ngerusak mesin. Gimana cara mengatasinya? Sabar… Kemampuan mesin menahan beban rasio kompresi tinggi dapat diukur dari beberapa faktor, desain combustion chamber, material cylinder head, lapisan ruang bakar, material piston, bahan pembuat dinding liner, material valve, nilai rating busi -semakin panas suhu kerja mesin maka penggunaan busi ideal dengan nilai tinggi, semakin tinggi rasio kompresi penggunaan busi cenderung membutuhkan elektroda kecil yang memiliki voltase kuat dan fokus- Sekali aspek mekanis dalam mesin diperbaiki, maka variabel utama yang mebatasi tetep : KETERSEDIAAN BAHAN BAKAR DENGAN NILAI OKTAN TINGGI. Semakin tinggi nilai oktan = semakin tahan terhadap detonasi dan kemampuan toleransi terhadap tekanan kompresi.
Dongeng diatas memunculkan pertanyaan yang seharusnya ada di pikiranmu, Seberapa tinggi seharusnya Rasio Kompresi mesin yang akan saya bangun? Kalaupun kamu mengetahui seluk beluk detail mesinmu dan memutuskan bahan-bakar apa yang bisa kamu peroleh dan akan kamu pakai, pertanyaan itu tetap tidak bisa terjawab dalam sekejab. Tanya Kenapa? Because karena tanpa referensi ataupun data dari spesifikasi noken as, RASIO KOMPRESI TIDAK BERARTI APA-APA!!! Lho, kok bisa? Dynotest yang akan membuktikan silahkan patok rasio kompresi yang sama dengan camshaft yang berbeda, gampangnya gini, mesin standard, upgrade pake camshaft CLD apa KAWAHARA atau kalau punya duit beli cam NMF thailand ngefek gak? Pasti ngefek! Well… dimana bedanya, kem mana yang memiliki performa paling oke di rentang RPM berapa .
Pikirin tentang bagaimana siklus sebuah mesin dan bagaimana dulu guru-guru kita mengajarkan proses mesin 4 langkah. Power stroke sudah selesai dan piston mulai bergerak naik ke atas. Klep masuk pastinya tertutup dan klep buang sudah terbuka. Seketika piston bergerak naik sekaligus membantu mendorong gas buang ke exhaust port. Sesaat sebelum piston mencapai TMA klep intake sudah mulai terbuka *disini point penting seringkali piston bertabrakan dengan klep adalah saat proses overlaping karena per klep floating, Piston berada pada TMA saat kedua klep terbuka sedikit untuk mendinginkan mesin. Kemudian piston bergerak turun dan klep buang tertutup sempurna dibarengi terbukanya klep hisap lebar-lebar. Gas segar masuk dengan sempurna ke dalam silinder. Sampailah piston di TMB dan ancang-ancang untuk melakukan langkah KOMPRESI! Inilah poin kritis kedua sebelum kita memahami Rasio Kompresi Dinamis (RKD).
Saat piston TMB, semua tahu klep intake masih terbuka. Akibatnya, meki piston sudah mulai bergerak naik, belum terjadi sedikitpun KOMPRESi karena klep intake masih terbuka. Kompresi baru dimulai jika dan hanya jika klep intake sudah tertutup penuh sempurna. Dan saat itulah campuran udara/bahan bakar dipadatkan! Rasio kompresi saat klep intake benar-benar sudah tertutup itulah yang dinamakan RKD.
RKD adalah kondisi pemadatan udara-bahan bakar yang sesungguhnya harus dihitung, bukan RK saja. Karena eh karena RKD tergantung pada derajat klep menutup, maka cam spec memiliki banyak effect dalam RKD sebagaimana spesifikasi teknis motor. RKD nilainya pasti lebih rendah dibanding RK. Kebanyakan mesin street performance dan semi-race motor memiliki RKD pada rentang 8 – 8.5 : 1. Dengan tipikal cam tertentu, bisa saja rasio kompresi mesin berada di 11 : 1 – 12 : 1. Lebih dari ini? Dipastikan lord voldemort akan muncul di mesinmu. Mesin dengan camsahft “kecil” akan butuh RK lebih rendah untuk mencegah detonasi. Mesin dengan cam “besar” dengan klep intake yang semakin lambat menutup bisa saja aplikasi rasio kompresi tinggi. Jika bisa mendapatkna VP Racing fuel maka sah-sah saja memakai RKD dan RK lebih tinggi. Tentu saja, motor balap dengan cam “lebar” bisa dipahami mereka bisa melewati rasio kompresi setinggi 13:1 – 15:1 karena eh karena cam mereka memiliki durasi overlaping lebih lama, yang berarti proses pendinginan mesin lebih lama serta RKD yang tetap proporsional.
Catatan : Banyak orang bingung dengan penggunaan istilah RKD. Beberapa orang mengartikannya sebagai karakteristik dari sebuah mesin yang melakukan proses running pada kecepatan tinggi. Dalam kasus tersebut, yang diperhatikan adalah volumetric efficiency dari mesin akan mempengaruhi secara signifikan terhadap tekanan silinder. Pada kasus kita, durasi noken as semakin lebar akan meningkatkan tekanan silinder lebih mendekati saat rev area saja. Sehinnga, semakin besar tenaga dan semakin besar tekanan silinder diciptakan pada RPM tinggi.
Enaknya kita memahami hal ini sebagai konsep “Tekanan Silinder” untuk menghindari kerancuan. Jadi ukuran RKD bisa ditilik setidaknya dari Compression Tester Gauge. Belum pada punya? Cape dehh… Beli napa ga nyampe 200rb ini…
Durasi noken as secara riil akan mempengaruhi performa sebuah mesin, sebagai contoh ketika kita memilih noken as berdurasi 310 derajat, kemudian kita ukur dengan dial gauge ternyata… this type of camshaft has an timing opening point @ 50 degree before the piston reach Top Dead Centre, dan benar-benar membuat klep intake menutup pada 80 derajat sesudah piston bergerak naik dari Titik Mati Bawah. Berarti sisa untuk langkah kompresi tinggal berapa anak-anak? Hah!? berapa? 90 derajat? Budi! Ayo berdiri di depan kelas sambil angkat kakinya dua-duanya…
-Ngawang kalee-
Setiap siklus dalam mesin 4 langkah terjadi memakan proses sebanyak 180 derajat kruk as, sehingga langkah kompresi hanya tinggal 180 – 80 derajat = 100 derajat! Pinter… Nah, berarti langkah kompresi kita gak 100 persen dong? Ya iya lah… tadi kan diatas udah dijelasin kalau nilai RKD pasti lebih kecil dari RK. Gampangnya jika langkah kompresi diprosentasekan maka 100 / 180 derajat x 100 % = 55 %. Jadi jika kita punya mesin dengan RK 10 : 1 maka rasio kompresi sesungguhnya tinggal 5.5 : 1, gitu? Gak segampang itu sobat… Perhitungan yang lebih matang dan mantab akan mampu membuat mesin 4 tak meninggalkan jauh mesin 2 tak… Hmmmm… Obsesi nih
Menghitung RKD membutuhkan beberapa data, dan kalkulator tentunya, masa bisa pake sempoa? Pertama, nilai stroke setelah klep intake benar-benar menutup harus didapat. Ini perlu tiga input : Intake Valve Closing Point, Panjang Connecting Rod, Langkah sesungguhnya, dan beberapa rokok biar ga bosen ngitung heheheheh asal! Berikut formulanya yang ga pake one, nanti jadi formula-one dong, jago saya L. Hammilton kan item manisnya mirip saia hahahahahahahah
Daripada ribet-ribet ngitung tinggal klik aja di http://www.wallaceracing.com/dynamic-cr.php tinggal input-input data dan klik, jadi deh…
Misal motor Yamaha Jupiter, dengan diameter piston 51mm , stroke 54mm, panjang rod 96mm, inlet close pada 80 ABDC. Maka inputnya adalah Bore = 2.0 inches, Stroke = 2.12 inches, Rod length = 3.77, static comression ratio 14 : 1, inlet valve close 80 ABDC. Klik tombol calculate, maka hasilnya adalah :
Static compression ratio of 14:1.
Effective stroke is 1.39 inches.
Your dynamic compression ratio is 9.52:1 .
Mantab kan… Nah lalu apa gunanya kita mengetahui rasio kompresi dinamis? Tentu saja untuk mengetaui perbandingan arah modifikasi kita sudah bener apa belum… Misal jupiter standard inlet valve close pada 65 derajat, jika ingin modifikasi street performance, maka cukup naikin rasio kompresi standard yang awalnya 9 : 1 , bisa dibuat jadi 10.5 : 1 dengan bahan-bakar pertamax, maka rasio kompresi dinamisnya akan berada pada point 8.3 : 1, ini persis seperti apa yang dibilang diatas. Kalau nilai rasio kompresi sudah diperoleh maka tinggal mengatur porting area mau dipatok di RPM berapa, yang pasti jangan lebih tinggi dari 9.000 – 10.000 RPM. Dijamin motor tipe ini akan lebih mudah di tune dibandingkan dengan yang rasio kompresi sama dengan durasi camshaft tinggi. Atau kebalikannya, motor balap dengan rasio kompresi 14 : 1 dengan noken as standard akan sangat sulit di tune dibandingkan dengan yang memakai camshaft “besar”.korek mesin motor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar