Kamis, 24 Juli 2008

Gunung Anak Krakatau Berdentum 522 Kali


SERANG,TRIBUN—Letusan Gunung Anak Krakatau (GAK) di perairan Selat Sunda sepanjang Selasa (22/7) tercatat mencapai 522 kali. Letusan itu disertai lontaran material kerikil dan gas beracun. "Karena itu, petugas melarang pengunjung melakukan pendakian, karena masih mengeluarkan lontaran bebatuan kerikil itu," kata Kepala Pos Pemantauan Gunung Krakatau, Anton Tripambudi di Desa Pasauran, Kecamatan Cinangka, Selasa.
Dia mengatakan, petugas hanya memberikan rekomendasi satu kilometer dari titik Gunung Anak Krakatau agar tidak terkena lontaran batu kerikil yang suhunya mencapai 1.500 derajat selsius. Kamis (3/7) lalu status Gunung Anak Krakatau diturunkan menjadi waspada level II oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) Departemen Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Bandung.
Akan tetapi, letusan dan kegempaan terus meningkat dan kemungkinan bisa kembali menjadi status siaga level III. Saat ini, ujar dia, meningkatnya aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau karena terjadi pembesaran lubang kawah baru yang berlokasi di Bukit Selatan Gunung.
Dia mengatakan, hingga saat ini aktivitas gunung api di perairan Selat Sunda belum dinyatakan status normal. Bahkan, termasuk letusan dan kegempaan terlama pasca letusan tahun 1883 lalu yang menewaskan 36 ribu jiwa.
Data di Pos Pemantauan Desa Pasauran, Kecamatan Cinangka, Selasa letusan dan kegempaan sebanyak 522 kali, yakni vulkanik A (dalam) 57 kali, vulkanik B (dangkal) 171 kali, letusan 93 kali, tremor 92 kali dan hembusan sebanyak 109 kali. "Hari ini Selasa (22/7) letusan dan kegempaan Anak Krakatau meningkat dibandingkan dua hari lalu yang mencapai 435 kali, " pungkas Anton.

Sejarah Krakatau
Melihat kawasan Gunung Krakatau di Selat Sunda, para ahli memperkirakan bahwa pada masa purba terdapat gunung yang sangat besar di Selat Sunda yang akhirnya meletus dahsyat yang menyisakan sebuah kaldera (kawah besar) yang disebut Gunung Krakatau Purba, yang merupakan induk dari Gunung Krakatau yang meletus pada 1883. Gunung ini disusun dari bebatuan andesitik.
Pakar geologi B.G. Escher dan beberapa ahli lainnya berpendapat bahwa kejadian alam yang diceritakan berasal dari Gunung Krakatau Purba, yang dalam teks tersebut disebut Gunung Batuwara. Menurut buku Pustaka Raja Parwa tersebut, tinggi Krakatau Purba ini mencapai 2.000 meter di atas permukaan laut, dan lingkaran pantainya mencapai 11 kilometer.
Akibat ledakan yang hebat itu, tiga perempat tubuh Krakatau Purba hancur menyisakan kaldera (kawah besar) di Selat Sunda. Sisi-sisi atau tepi kawahnya dikenal sebagai Pulau Rakata, Pulau Panjang dan Pulau Sertung, dalam catatan lain disebut sebagai Pulau Rakata, Pulau Rakata Kecil dan Pulau Sertung. Letusan gunung ini disinyalir bertanggung- jawab atas terjadinya abad kegelapan di muka bumi. Penyakit sampar bubonic terjadi karena temperatur mendingin. Sampar ini secara signifikan mengurangi jumlah penduduk di muka bumi.
Letusan ini juga dianggap turut andil atas berakhirnya masa kejayaan Persia purba, transmutasi Kerajaan Romawi ke Kerajaan Byzantium, berakhirnya peradaban Arabia Selatan, punahnya kota besar Maya, Tikal dan jatuhnya peradaban Nazca di Amerika Selatan yang penuh teka-teki. Ledakan Krakatau Purba diperkirakan berlangsung selama 10 hari dengan perkiraan kecepatan muntahan massa mencapai 1 juta ton per detik. Ledakan tersebut telah membentuk perisai atmosfer setebal 20-150 meter, menurunkan temperatur sebesar 5-10 derajat selama 10-20 tahun.(Tangerang Tribun)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar