“Diturunkan, diturunkan, diturunkan lagi,” kata iklan layanan masyarakat di beberapa televisi sembari menggambarkan harga BBM saat ini. Bahkan seorang yang beratribut nelayan dalam iklan yang dibuat sebuah partai politik peserta Pemilu 2009 ini mengaku melaut tidak lagi mahal. “Terima Kasih,” kata nelayan itu seolah menggambarkan suka ria para nelayan lainnya.
Dalam dunia nyata kegembiraan seorang nelayan di iklan itu tak dirasakan sepenuhnya oleh para nelayan. Melaut tetap mahal dan bahkan banyak diantara mereka tidak bisa melaut, karena kesulitan mendapatkan solar untuk digunakan sebagai bahan bakar perahunya.
Nelayan pesisir Desa Tanjung Pasir Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Agus, misalnya, seolah meluruskan berita murahnya membeli solar seperti tayangan televisi itu. Agus yang juga Ketua RT 02/01 di desa ini mengungkapkan, nelayan di sekitar desanya yang separuh diantaranya ternyata memilih tidak melaut. “Warga sudah lebih dari 10 hari tidak pergi mencari ikan di laut,” kata Agus.
Kondisi demikian, sambungnya, lantaran harga eceran solar cukup tinggi dan mahal yakni dijual hingga Rp 7.000 per liter. Padahal kebutuhan solar untuk mengisi bahan bakar perahu sangat penting, sehingga dengan harga sebesar itu memberatkan nelayan. Selain alasan ini, penghasilan melaut juga tidak mencukupi untuk menutup pembelian solar.
Agus mengeluhkan tidak tersediannya Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN), karena menyulitkan nelayan untuk mendapatkan solar. Akibat jarak pengecer dengan SPBN atau SPBU yang semakin jauh itu, biaya yang dikeluarkan nelayan semakin tinggi juga.
Kondisi perekonomian warga Tanjung Pasir yang banyak berprofesi sebagai nelayan masih sulit, karena untuk sekadar melaut membutuhkan biaya tinggi.
Warga Tanjung Pasir, Teti yang bersuamikan nelayan mengungkapkan turunnya BBM tidak terlalu berpengaruh bagi taraf ekonomi keluarganya. Dia menjelaskan ketika harga BBM jenis solar Rp 4500 per liter tahun 2008, harga di eceran hanya Rp 5.000 per liter. Namun setelah harga itu diturunkan seperti semula, harga solar tersebut masih tetap kisaran harga Rp 6.500 sampai Rp 7.000 per liter.
“Harga solar segitu mahal, ini mengakibatkan seluruh harga-harga. Belum lagi betulin mesin disel, pusing pak,” keluh Teti.
Dia berharap selainkan menurunkan harga solar, pemerintah untuk mempermudah mendapatkan BBM di tingkat nelayan seperti menyediakan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan atau Solar Packadge Dealer Nelayan (SPDN) terdekat. Apalagi sejak Desember 2008, SPDN 37.15502 yang biasa memasok solar bersubsidi untuk nelayan di sekitar Tanjung Pasir telah dihentikan operasinya.
Rabu, 21 Januari 2009
Tiga Kali Diturunkan, Melaut Tetap Mahal
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar